Fitokimia atau kadang disebut fitonutrient, dalam arti luas adalah
segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan,
termasuk sayuran dan buah-buahan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk
pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi
normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit(Clark, 2010).
Penapisan kimia merupakan tahap awal dari pengerjaan secara kimia.
Metode yang digunakan harus bersifat sederhana, pengerjaannya cepat,
menggunakan peralatan yang minimun, menggunakan reagen yang selektif terhadap
suatu golongan senyawa tertentu, memiliki limit deteksi yang rendah dan
memberikan informasi tambahan mengenai ada atau tudaknya gugus fungsi
tertentu(Harborne, 1973).
Satu hal yang penting dan pertimbangan mendasar dalam mendesain
prosedur pada fitokimia adalah seleksi dalam pelarut yang tepat untuk
ekstraksi. Seringkali sulit umumnya atau diharapkan mengikuti aturan kelarutan
untuk pemberian kelas pada fitokonstituen karena mereka menyajikan substansi
dalam ekstrak tumbuhan kasar pada efek kelarutan(Wilcox & Wilcox, 1995).
Senyawa bahan alam adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup
(tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit
sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai
sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk
menujang berbagai kepentingan industri. Selain sebagai bahan obat, senyawa
metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang kepentingan
industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida dan
insektisida(Putra, 2005).
Senyawa
Metabolit Sekunder :
1.Alkaloid
Secara
umum, golongan senyawa alkaloid biasanya merupakan kristal tak bewarna,
bersifat basa, dapat membentuk endapan dengan larutan asam
fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat,
kalium merkuriiodida dan lain sebagainya.
2.Flavonoid
Flavonoid
adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol yang terbanyak
dialam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab terhadap zat warna
ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.
Flavonoid dalam
tumbuhan mempunyai empat fungsi :
a)
Sebagai pigmen warna
b)
Fungsi patologi dan sitologi
c)
Aktivitas farmakologi
d)
Flavonoid dalam makanan
3.Triterpenoid
Banyak tumbuhan
(bunga, daun, buah, biji atau akar) yang berbau harum. Bau harum itu berasal
dari senyawa yang terdiri dari 10 dan 15 karbon yang disebut terpen.
Berdasarkan
jumlah unit isoprena yang dikandungnya, senyawa terpenoid terbagi atas :
a.
Monoterpena (dua unit isoprena)
b.
Seskuiterpena (tiga unit isoprena)
c.
Diterpena (empat unit isoprena)
d.
Triterpena (enam unit isoprena)
e.
Tetraterpena (delapan unit isoprena)
4.Steroid
Secara
sederhana steroid dapat dioartkan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang
kerangka strukturnya terdiri dari androstan (siklopentanofenantren), mempunyai
empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu
(Handayani,
2009).
5.Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buah, sehingga ketika
direksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan
lama. Saponin diklasifikasikan menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin
triterpenoid. Saponin steroid dihidrolisis dapat
menghasilkan
suatu aglikon(Fessenden & Fessenden, 1986).
Buah srikaya berbentuk bulat dengan kulit
bermata banyak (serupa sirsak). Daging buahnya berwarna putih. Srikaya termasuk
semak semi-hijau abadi atau pohon yang meranggas mencapai 8 m tingginya.
Daunnya berselang, sederhana, lembing
membujur, 7-12 cm panjangnya, dan berlebar 3-4 cm. Bunganya muncul dalam tandan
sebanyak 3-4, tiap bunga berlebar 2-3 cm, dengan enam daun bunga/kelopak,
kuning-hijau berbintik ungu di dasarnya. Buahnya biasanya bundar atau mirip
kerucut cemara, berdiameter 6-10 cm, dengan kulit berbenjol dan bersisik.
Daging buahnya putih, menyerupai dan memiliki rasa seperti podeng.
Klasifikasi:
Kingdom:
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Magnoliidae
Ordo:
Magnoliales
Famili: Annonaceae
Genus:
Annona
Spesies:
Annona squamosa L.
Akar
rasanya pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat antiradang, antidepresi. Daun
rasanya pahit, kelat, sifatnya sedikit dingin. Berkhasiat astringen,
antiradang, peluruh cacing usus (antheimintik), serta mempercepat pemasakan
bisul dan abses. Biji berkhasiat memacu enzim pencernaan, abortivum,
anthelmintik, dan pembunuh serangga (insektisida). Kulit kayu berkhasiat
astringen dan tonikum. Buah muda dan biji juga berkhasiat antiparasit.
Akar dan kulit kayu mengandung flavonoida,
borneol, kamphor, terpene, dan alkaloid anonain. Di samping itu, akarnya juga
mengandung saponin, tanin, dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan
bahan beracun yang bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah, dan
mucilago. Buah muda mengandung tanin(Pratama, 2009).
Daun srikaya (Annona squamosa L.)
digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai penurun kadar gula darah.
Simplisia yang berasal dari dua lokasi tumbuh dibandingakan kandungan kimianya.
Penapisan fitokimia kedua simplisia, karakteristik simplisia dan pola
kromatogram ekstrak menunjukkan hasil yang mirip. Isolat merupakan triterpenoid
dengan gugus fungsi O-H, C-H dan C=C serta tidak memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi(Wandasari, 2007)
Pada daun srikaya terdapat kandungan bahan
aktif berupa alkaloid tipe asporfin (anonain), acetogenin, dan resin yang
bekerja sebagai racun perut dan racun kontak terhadap serangga. Selain itu,
daun srikaya juga memiliki sifat insektisida, repellent dan antifeedan senyawa
kimia "annonain" dan "resin" yang dapat membunuh hama dan
serangga jenis tertentu(Sarwastuti,2007).
Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan
produk organik dari suatu campuran reaksi alami dari tumbuhan. Ekstraksi cair-cair,
konsentrasi kesetimbangan zat terlarut ditetapkan antara dua pelarut yang tidak
saling melarutkan. Biasanya salah satu pelarutnya adalah air dan yang lainnya
adalah yang kurang polar atau pelarut organik(Day & Underwood, 1999).
VIII. PEMBAHASAN
Senyawa metabolit sekunder yang banyak terkandung
dalam tanaman merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis. Senyawa
metabolit sekunder merupakan senyawa yang dapat digunakan dalam kepentingan
pengobatan dan industri. Olehkarena itu, pengisolasian dan pengembangan
metabolit sekunder amatlah berguna.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan
alkaloid dari daun tumbuhan Annona
squamosa L. dengan tes Hager, Wagner, Mayer, dan Dragendroff, menguji
keberadaan flavonoid dengan reaksi antara asam klorida dan magnesium dari daun
tumbuhan Annona squamosa L. dan
menguji keberadaan triterpenoid, steroid, dan saponin dari daun tumbuhan Annona squamosa L. dengan uji
Liebermann-Burchard,
Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian fitokimia adalah pengumpulan
bagian tanaman. Pengujian dengan menggunakan sampel tumbuhan yang masih
segar dimaksudkan untuk menghindari rusaknya jaringan sel tumbuhan. Kerusakan
jaringan ini dapat berakibat pada hilang atau rusaknya senyawa aktif yang
dikandung tanaman itu akibat panas atau tanaman tersebut terlalu lama didiamkan
maka dikhawatirkan senyawa aktifnya akan rusak disebabkan oleh enzim atau air
yang terdapat pada tumbuhan yang ditandai dengan perubahan warna (layu atau
kering). Dalam
pengujian fitokimia, untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekundernya
(alkaloid, steroid, triterpenoid dan saponin), sampel daun
tumbuhan Annona squamosa L. dipotong-potong sampai hancur dan kemudian ditumbuk
sampai halus, sehingga dinding sel tumbuhan terbuka sehingga metabolit sekunder
lebih mudah keluar dan lebih mudah diekstraksi..
Sampel yang sudah halus diuji dengan uji alkaloid.
Timbang sampel sebanyak 4,3 gram, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi dan
masukkan kloroform amoniakal sampai terendam, lalu diaduk dengan batang
pengaduk, kemudian dimasukkan kapas untuk memisahkan ekstrak dengan
residunya, penambahan kloroform
amoniakal berfungsi untuk membebaskan alkaloid dari bentuk garamnya. Pada umumnya senyawa alkaloid dalam tumbuhan
tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan terikat secara ikatan ionik
kompleks parsial dengan asam organik.
Penambahan kloroform amoniakal (dengan kebasaan yang lebih kuat daripada
senyawa alkaloid), asam organik akan terikat dengan kloroform amoniakal
sehingga senyawa alkaloidnya bebas.
Ekstrak kloroform amoniakal yang telah dipisahkan dengan
kapas, dimasukkan kedalam empat tabung yang berbeda, tabung pertama langsung
ditambahkan dengan pereaksi Hager (asam pikrat), dikocok sesaat dan lihat
hasilnya. Ternyata tidak timbul endapan berwana kuning, menandakan hasil
negatif. Kemudian ketiga sisa tabung
ditambah dengan asam sulfat 2N untuk untuk
mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan
pereaksi logam berat dan membentuk kompleks garam anorganik yang tidak larut,
serta mengembalikan alkaloid yang terekstraksi menjadi bentuk garamnya dengan
sehingga alkaloid akan terpisah dengan komponen-komponen lain dari sel tumbuhan
yang ikut terekstrak dengan mendistribusikannya ke fasa asam. Hal ini bertujuan
untuk mencegah ikut mengendapnya komponen lain selain alkaloid sehingga akan
menghasilkan pengujian yang kurang akurat. Karena perbedaan kepolaran dan densitas antara kloroform amoniakal dan
asam sulfat maka akan terbentuk dua fasa, fasa asam akan berada di atas
sedangkan fasa kloroform amoniakal berada di bawah. Fase bawah dipisahkan
dengan menggunakan pipet, dan fase asam yang tersisa ditambahkan
pereaksi-pereaksi logam berat.
Adanya kandungan alkaloid ditandai dengan adanya
endapan. Hal ini terjadi karena senyawa
alkaloid mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas. Elektron bebas ini akan disumbangkan pada
atom logam berat membentuk senyawa kompleks dengan gugus yang mengandung atom
nitrogen sebagai ligannya. Senyawa
kompleks ini tidak larut (mengendap) dan memberikan warna sesuai dengan
pereaksi yang digunakan. Dengan pereaksi
Wagner akan terbentuk endapan coklat, dengan pereaksi Dragendorf akan terbentuk
endapan orange dan dengan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan putih Dari
keempat pereaksi yang menimbulkan hasil positif pada pereaksi Mayer, Wagner dan
Dragendorff.
Reaksi yang terjadi:
Pereaksi Mayer
Pereaksi Wagner
Pereaksi
Dragendorff
Hasil pengujian alkaloid terhadap
sampel dapat dikatakan positif karena dari empat pereaksi yang ditambahakan,
ada tiga yang positif yaitu dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf.
Hal yang dilakukan selanjutnya
adalah pengujian untuk menandakan ada tidaknya flavonoid pada sampel dengan
cara, sampel yang telah halus ditimbang sebanyak 3,1 g, kemudian diekstraksi
dengan metanol. Ekstraksi flavonoid dari tumbuhan dapat
dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Flavonoid merupakan senyawa polar
karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil. Oleh karena itu, umumnya flavonoid
larut dalam pelarut polar seperti metanol. Metanol berfungsi sebagai pembebas flavonoid
dari bentuk garamnya, kemudian ditambahkan asam sulfat 2N, asam sulfat
berfungsi untuk protonasi flavonoid sehingga terbentuk garam flavonoid. Setelah
itu ditambahkan bubuk magnesium. Hasil positif ditunjukkan dengan larutan
berubah warna menjadi orange. Ternyata sampel tidak menunjukkan hasil positif,
hal ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandeung flavonoid. Reaksi yang
terjadi dapat dilihat dari reaksi berikut:
Selanjutnya adalah pengujian
steroid, triterpenoid dan saponin, setelah sampel daun ditimbang 4,3 g,
ditambahkan etanol panas. Pelarut etanol
digunakan karena etanol memiliki dua gugus, yaitu gugus polar pada bagian
alkoholnya dan gugus nonpolar pada bagian hidrokarbonnya.
Steroid dan triterpenoid bersifat relatif non polar
sedangkan saponin cenderung bersifar polar.
Dengan menggunakan etanol, ketiga senyawa tersebut dapat
terekstrak. Penggunaan etanol panas akan
meningkatkan kelarutan suatau senyawa sehingga diharapkan seluruh steroid,
triterpenoid dan saponin yang terkandung dalam tumbuhan akan terekstrak ke
dalam etanol.
Pelarut
etanolik kemudian diuapkan dan kemudian dilarutkan dengan eter untuk menarik
komponen nonpolar dalam ekstrak kering sesuai dengan prinsip like dissolve like. Untuk pengujian
kandungan triterpenoid dan streoid dalam sampel daun, ekstrak eter ditambahkan
pereaksi Lieberman-Buchard (L-B), yaitu campuran asam asetat anhidrid dengan
asam sulfat pekat (2:1).
Indikasi
positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau hijau. Warna
biru atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan warna
komplementer. Warna yang diserap adalah warna jingga sehingga diketahui steroid
menyerap pada panjang gelombang 585-647 nm. Sedangkan pada triterpenoid
indikasi positif ditandai dengan perubahan warna menjadi merah, ungu atau
coklat. Warna yang diserap oleh triterpenoid adalah warna hijau dengan panjang
gelombang 491-570 nm. Gugus –OH pada triterpenoid akan mengalami pergeseran
panjang gelombang yang diserap sehingga warna yang ditimbulkan berbeda. Jadi
warna merah, ungu atau coklat adalah warna komplementer. Reaksi pembentukan
warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang
disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik.
Senyawa organik dengan konjugasi yang ekstensif menyerap panjang gelombang
tertentu karena adanya transisi elektron Ï€ ke Ï€∆ dan n ke Ï€∆ sehingga warna
yang diserap bukan warna yang tampak melainkan warna komplementernya. Jika
sampel mengandung triterpenoid dan steroid sekaligus maka warna yang pertama
kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul warna steroid. Hal ini
disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh triterpenoid lebih
panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul lebih dahulu.
Hasilnya menunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan bahwa sampel positif
mempunyai triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru tidak muncul ini
menandakan bahwa sampel daun tidak mengandung steroid.
Reaksi
Lieberman-Buchard
Residu
yang tidak larut saat penambahan eter, ditambahkan dengan akuades panas untuk
menguji adanya saponin. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa setelah
pengocokan dengan akuades panas dan busa konstan selama 15 menit. Busa tersebut
terbentuk karena adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam larutan.
Saponin merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun sehingga pengenalannya dapat dilakukan degan mudah. Berikut
reaksinya :
Saponin merupakan komponen lipida polar yang bersifat
ampifilik (memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik). Di dalam sistem
cair, lipida cair secara spontan terdispersi membentuk misel dengan ekor filik
yang bersinggungan dengan medium cair. Misel tersebut dapat mengandung ribuan
molekul lipida. Lipida cair membentuk suatu lapisan dengan ketebalan satu
molekul yaitu lapisan tunggal. Pada sistem tersebut, ekor hidrokarbon terbuka sehingga terhindar dari air dan lapisan
hidrofilik memanjang ke air yang bersifat polar, sistem inilah yang disebut
denga busa. Hasil tidak menunjukkan adanya busa menandakan bahwa sampel tidak
mengandung saponin.
Hasil dari percobaan ini adalah
sampel daun tumbuhan Annona squamosa L. mengandung alkaloid,
dan triterpenoid dengan positif terhadap uji Wagner, Mayer dan Dragendorff
serta uji Liebermann-burchard.
IX. KESIMPULAN
1. Kandungan alkaloid dari daun tumbuhan
Annona squamosa L. diketahui dengan tes Hager (-), Wagner (+), Mayer (+), dan
Dragendorff(+).
2. Kandungan flavonoid (-) dapat
diketahui dengan mereaksikan asam klorida dan Magnesium dari daun tumbuhan Annona squamosa L.
3. Kandungan triterpenoid (+),
saponin(-), dan steroid(-) dapat diketahui dengen tes Liebermann-Burchard dari daun tumbuhan Annona squamosa L.
DAFTAR PUSTAKA
Clark,
J. 2010. Fitokimia.
http:www.chem-is-try.org/chemlab/25/fitokimia.html.
Day, R. A. & A. L. Underwood.
1999. Analisis Kimia Kuantitatif,
diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, R.J & J. S.
Fessenden. 1986. Kimia Organik,
diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Handayani, S. 2009. Analisa dan Khasiat Daun Salam. http://analisatekinisia.blogspot.com/2009/05/analisa-dan-khasiat-daun-salam.html.
Harbone, J. B. 1973. Photocemical Method. A Guide to Modern
Techniques of Plant Analysis. Chapman & Hall. London.
Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of
OrganicCompound. Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical Literatur. New York.
Putra, S. A. 2005. Bahan Alam, Ujung Tombak Riset Kimia di
Indonesia.
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/bahan_alam_ujung_tombak_riset_kimia_di_indonesia/.
Sarwastuti, T. 2007. Tanaman Obat Indonesia.
http:www.rileks.com/entertainment/ragam/omg/3950-obat-pembasmi-hama-dari-daun-srikaya.pdf.
Wandasari, F. 2007. Detail Penelitian Obat Bahan Alam. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=20#top.
Wilcox, M. F. & C. F. Wilcox.
1995. Experimental Organic Chemistry.
Second Edition. Perntice Hall. New Jersey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar