Minggu, 15 Juli 2012

Fitokimia


Fitokimia atau kadang disebut fitonutrient, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit(Clark, 2010).
Penapisan kimia merupakan tahap awal dari pengerjaan secara kimia. Metode yang digunakan harus bersifat sederhana, pengerjaannya cepat, menggunakan peralatan yang minimun, menggunakan reagen yang selektif terhadap suatu golongan senyawa tertentu, memiliki limit deteksi yang rendah dan memberikan informasi tambahan mengenai ada atau tudaknya gugus fungsi tertentu(Harborne, 1973).
Satu hal yang penting dan pertimbangan mendasar dalam mendesain prosedur pada fitokimia adalah seleksi dalam pelarut yang tepat untuk ekstraksi. Seringkali sulit umumnya atau diharapkan mengikuti aturan kelarutan untuk pemberian kelas pada fitokonstituen karena mereka menyajikan substansi dalam ekstrak tumbuhan kasar pada efek kelarutan(Wilcox & Wilcox, 1995).
Senyawa bahan alam adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk menujang berbagai kepentingan industri. Selain sebagai bahan obat, senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida dan insektisida(Putra, 2005).
Senyawa Metabolit Sekunder :

1.Alkaloid
Secara umum, golongan senyawa alkaloid biasanya merupakan kristal tak bewarna, bersifat basa, dapat membentuk endapan dengan larutan asam
fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain sebagainya.

2.Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol yang terbanyak dialam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.
Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi :
a) Sebagai pigmen warna
b) Fungsi patologi dan sitologi
c) Aktivitas farmakologi
d) Flavonoid dalam makanan

3.Triterpenoid
 Banyak tumbuhan (bunga, daun, buah, biji atau akar) yang berbau harum. Bau harum itu berasal dari senyawa yang terdiri dari 10 dan 15 karbon yang disebut terpen.
Berdasarkan jumlah unit isoprena yang dikandungnya, senyawa terpenoid terbagi atas :
a. Monoterpena (dua unit isoprena)
b. Seskuiterpena (tiga unit isoprena)
c. Diterpena (empat unit isoprena)
d. Triterpena (enam unit isoprena)
e. Tetraterpena (delapan unit isoprena)

4.Steroid
Secara sederhana steroid dapat dioartkan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan (siklopentanofenantren), mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu
(Handayani, 2009).

5.Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buah, sehingga ketika direksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin diklasifikasikan menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin steroid dihidrolisis dapat
menghasilkan suatu aglikon(Fessenden & Fessenden, 1986).

Buah srikaya berbentuk bulat dengan kulit bermata banyak (serupa sirsak). Daging buahnya berwarna putih. Srikaya termasuk semak semi-hijau abadi atau pohon yang meranggas mencapai 8 m tingginya.
Daunnya berselang, sederhana, lembing membujur, 7-12 cm panjangnya, dan berlebar 3-4 cm. Bunganya muncul dalam tandan sebanyak 3-4, tiap bunga berlebar 2-3 cm, dengan enam daun bunga/kelopak, kuning-hijau berbintik ungu di dasarnya. Buahnya biasanya bundar atau mirip kerucut cemara, berdiameter 6-10 cm, dengan kulit berbenjol dan bersisik. Daging buahnya putih, menyerupai dan memiliki rasa seperti podeng.
 Klasifikasi:


Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
 Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas: Magnoliidae
Ordo: Magnoliales
 Famili: Annonaceae
Genus: Annona
Spesies: Annona squamosa L.
Akar rasanya pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat antiradang, antidepresi. Daun rasanya pahit, kelat, sifatnya sedikit dingin. Berkhasiat astringen, antiradang, peluruh cacing usus (antheimintik), serta mempercepat pemasakan bisul dan abses. Biji berkhasiat memacu enzim pencernaan, abortivum, anthelmintik, dan pembunuh serangga (insektisida). Kulit kayu berkhasiat astringen dan tonikum. Buah muda dan biji juga berkhasiat antiparasit.
Akar dan kulit kayu mengandung flavonoida, borneol, kamphor, terpene, dan alkaloid anonain. Di samping itu, akarnya juga mengandung saponin, tanin, dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah, dan mucilago. Buah muda mengandung tanin(Pratama, 2009).
Daun srikaya (Annona squamosa L.) digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai penurun kadar gula darah. Simplisia yang berasal dari dua lokasi tumbuh dibandingakan kandungan kimianya. Penapisan fitokimia kedua simplisia, karakteristik simplisia dan pola kromatogram ekstrak menunjukkan hasil yang mirip. Isolat merupakan triterpenoid dengan gugus fungsi O-H, C-H dan C=C serta tidak memiliki ikatan rangkap terkonjugasi(Wandasari, 2007)
Pada daun srikaya terdapat kandungan bahan aktif berupa alkaloid tipe asporfin (anonain), acetogenin, dan resin yang bekerja sebagai racun perut dan racun kontak terhadap serangga. Selain itu, daun srikaya juga memiliki sifat insektisida, repellent dan antifeedan senyawa kimia "annonain" dan "resin" yang dapat membunuh hama dan serangga jenis tertentu(Sarwastuti,2007).
 Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan produk organik dari suatu campuran reaksi alami dari tumbuhan. Ekstraksi cair-cair, konsentrasi kesetimbangan zat terlarut ditetapkan antara dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Biasanya salah satu pelarutnya adalah air dan yang lainnya adalah yang kurang polar atau pelarut organik(Day & Underwood, 1999). 
VIII. PEMBAHASAN
Senyawa metabolit sekunder yang banyak terkandung dalam tanaman merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang dapat digunakan dalam kepentingan pengobatan dan industri. Olehkarena itu, pengisolasian dan pengembangan metabolit sekunder  amatlah berguna.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan alkaloid dari daun tumbuhan Annona squamosa L. dengan tes Hager, Wagner, Mayer, dan Dragendroff, menguji keberadaan flavonoid dengan reaksi antara asam klorida dan magnesium dari daun tumbuhan Annona squamosa L. dan menguji keberadaan triterpenoid, steroid, dan saponin dari daun tumbuhan Annona squamosa L. dengan uji Liebermann-Burchard,
Hal pertama yang harus dilakukan  dalam pengujian fitokimia adalah pengumpulan bagian tanaman. Pengujian dengan menggunakan sampel tumbuhan yang masih segar dimaksudkan untuk menghindari rusaknya jaringan sel tumbuhan. Kerusakan jaringan ini dapat berakibat pada hilang atau rusaknya senyawa aktif yang dikandung tanaman itu akibat panas atau tanaman tersebut terlalu lama didiamkan maka dikhawatirkan senyawa aktifnya akan rusak disebabkan oleh enzim atau air yang terdapat pada tumbuhan yang ditandai dengan perubahan warna (layu atau kering). Dalam pengujian fitokimia, untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekundernya (alkaloid, steroid, triterpenoid dan saponin), sampel daun tumbuhan Annona squamosa L. dipotong-potong sampai hancur dan kemudian ditumbuk sampai halus, sehingga dinding sel tumbuhan terbuka sehingga metabolit sekunder lebih mudah keluar dan lebih mudah diekstraksi..
Sampel yang sudah halus diuji dengan uji alkaloid. Timbang sampel sebanyak 4,3 gram, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi dan masukkan kloroform amoniakal sampai terendam, lalu diaduk dengan batang pengaduk, kemudian dimasukkan kapas untuk memisahkan ekstrak dengan residunya,  penambahan kloroform amoniakal berfungsi untuk membebaskan alkaloid dari bentuk garamnya.  Pada umumnya senyawa alkaloid dalam tumbuhan tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan terikat secara ikatan ionik kompleks parsial dengan asam organik.  Penambahan kloroform amoniakal (dengan kebasaan yang lebih kuat daripada senyawa alkaloid), asam organik akan terikat dengan kloroform amoniakal sehingga senyawa alkaloidnya bebas.
Ekstrak kloroform amoniakal yang telah dipisahkan dengan kapas, dimasukkan kedalam empat tabung yang berbeda, tabung pertama langsung ditambahkan dengan pereaksi Hager (asam pikrat), dikocok sesaat dan lihat hasilnya. Ternyata tidak timbul endapan berwana kuning, menandakan hasil negatif.  Kemudian ketiga sisa tabung ditambah dengan asam sulfat 2N untuk untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi logam berat dan membentuk kompleks garam anorganik yang tidak larut, serta mengembalikan alkaloid yang terekstraksi menjadi bentuk garamnya dengan sehingga alkaloid akan terpisah dengan komponen-komponen lain dari sel tumbuhan yang ikut terekstrak dengan mendistribusikannya ke fasa asam. Hal ini bertujuan untuk mencegah ikut mengendapnya komponen lain selain alkaloid sehingga akan menghasilkan pengujian yang kurang akurat. Karena perbedaan kepolaran dan densitas antara kloroform amoniakal dan asam sulfat maka akan terbentuk dua fasa, fasa asam akan berada di atas sedangkan fasa kloroform amoniakal berada di bawah. Fase bawah dipisahkan dengan menggunakan pipet, dan fase asam yang tersisa ditambahkan pereaksi-pereaksi logam berat.
Adanya kandungan alkaloid ditandai dengan adanya endapan.  Hal ini terjadi karena senyawa alkaloid mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas.  Elektron bebas ini akan disumbangkan pada atom logam berat membentuk senyawa kompleks dengan gugus yang mengandung atom nitrogen sebagai ligannya.  Senyawa kompleks ini tidak larut (mengendap) dan memberikan warna sesuai dengan pereaksi yang digunakan.  Dengan pereaksi Wagner akan terbentuk endapan coklat, dengan pereaksi Dragendorf akan terbentuk endapan orange dan dengan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan putih Dari keempat pereaksi yang menimbulkan hasil positif pada pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorff.
Reaksi yang terjadi:
Pereaksi Mayer

Pereaksi Wagner

Pereaksi Dragendorff
            Hasil pengujian alkaloid terhadap sampel dapat dikatakan positif karena dari empat pereaksi yang ditambahakan, ada tiga yang positif yaitu dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf.
            Hal yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian untuk menandakan ada tidaknya flavonoid pada sampel dengan cara, sampel yang telah halus ditimbang sebanyak 3,1 g, kemudian diekstraksi dengan metanol. Ekstraksi flavonoid dari tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil. Oleh karena itu, umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti metanol.  Metanol berfungsi sebagai pembebas flavonoid dari bentuk garamnya, kemudian ditambahkan asam sulfat 2N, asam sulfat berfungsi untuk protonasi flavonoid sehingga terbentuk garam flavonoid. Setelah itu ditambahkan bubuk magnesium. Hasil positif ditunjukkan dengan larutan berubah warna menjadi orange. Ternyata sampel tidak menunjukkan hasil positif, hal ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandeung flavonoid. Reaksi yang terjadi dapat dilihat dari reaksi berikut:
            Selanjutnya adalah pengujian steroid, triterpenoid dan saponin, setelah sampel daun ditimbang 4,3 g, ditambahkan etanol panas.  Pelarut etanol digunakan karena etanol memiliki dua gugus, yaitu gugus polar pada bagian alkoholnya dan gugus nonpolar pada bagian hidrokarbonnya.

            Steroid dan triterpenoid bersifat relatif non polar sedangkan saponin cenderung bersifar polar.  Dengan menggunakan etanol, ketiga senyawa tersebut dapat terekstrak.  Penggunaan etanol panas akan meningkatkan kelarutan suatau senyawa sehingga diharapkan seluruh steroid, triterpenoid dan saponin yang terkandung dalam tumbuhan akan terekstrak ke dalam etanol.
            Pelarut etanolik kemudian diuapkan dan kemudian dilarutkan dengan eter untuk menarik komponen nonpolar dalam ekstrak kering sesuai dengan prinsip like dissolve like. Untuk pengujian kandungan triterpenoid dan streoid dalam sampel daun, ekstrak eter ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard (L-B), yaitu campuran asam asetat anhidrid dengan asam sulfat pekat (2:1).
            Indikasi positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau hijau. Warna biru atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan warna komplementer. Warna yang diserap adalah warna jingga sehingga diketahui steroid menyerap pada panjang gelombang 585-647 nm. Sedangkan pada triterpenoid indikasi positif ditandai dengan perubahan warna menjadi merah, ungu atau coklat. Warna yang diserap oleh triterpenoid adalah warna hijau dengan panjang gelombang 491-570 nm. Gugus –OH pada triterpenoid akan mengalami pergeseran panjang gelombang yang diserap sehingga warna yang ditimbulkan berbeda. Jadi warna merah, ungu atau coklat adalah warna komplementer. Reaksi pembentukan warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik. Senyawa organik dengan konjugasi yang ekstensif menyerap panjang gelombang tertentu karena adanya transisi elektron Ï€ ke Ï€∆ dan n ke Ï€∆ sehingga warna yang diserap bukan warna yang tampak melainkan warna komplementernya. Jika sampel mengandung triterpenoid dan steroid sekaligus maka warna yang pertama kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul warna steroid. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh triterpenoid lebih panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul lebih dahulu. Hasilnya menunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan bahwa sampel positif mempunyai triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru tidak muncul ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandung steroid.
Reaksi Lieberman-Buchard














 









            Residu yang tidak larut saat penambahan eter, ditambahkan dengan akuades panas untuk menguji adanya saponin. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa setelah pengocokan dengan akuades panas dan busa konstan selama 15 menit. Busa tersebut terbentuk karena adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak dalam larutan. Saponin merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun sehingga pengenalannya dapat dilakukan degan mudah. Berikut reaksinya :

Saponin merupakan komponen lipida polar yang bersifat ampifilik (memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik). Di dalam sistem cair, lipida cair secara spontan terdispersi membentuk misel dengan ekor filik yang bersinggungan dengan medium cair. Misel tersebut dapat mengandung ribuan molekul lipida. Lipida cair membentuk suatu lapisan dengan ketebalan satu molekul yaitu lapisan tunggal. Pada sistem tersebut, ekor hidrokarbon terbuka  sehingga terhindar dari air dan lapisan hidrofilik memanjang ke air yang bersifat polar, sistem inilah yang disebut denga busa. Hasil tidak menunjukkan adanya busa menandakan bahwa sampel tidak mengandung saponin.
Hasil dari percobaan ini adalah sampel  daun tumbuhan Annona squamosa L. mengandung alkaloid, dan triterpenoid dengan positif terhadap uji Wagner, Mayer dan Dragendorff serta uji Liebermann-burchard.

IX. KESIMPULAN
1. Kandungan alkaloid dari daun tumbuhan Annona squamosa L. diketahui  dengan tes  Hager (-), Wagner (+), Mayer (+), dan Dragendorff(+).
2. Kandungan flavonoid (-) dapat diketahui dengan mereaksikan asam klorida  dan Magnesium dari daun tumbuhan Annona squamosa L.
3. Kandungan triterpenoid (+), saponin(-), dan steroid(-) dapat diketahui dengen  tes Liebermann-Burchard dari daun tumbuhan Annona squamosa L.






DAFTAR PUSTAKA

Clark, J. 2010. Fitokimia. http:www.chem-is-try.org/chemlab/25/fitokimia.html.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, R.J & J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Handayani, S. 2009. Analisa dan Khasiat Daun Salam. http://analisatekinisia.blogspot.com/2009/05/analisa-dan-khasiat-daun-salam.html.
Harbone, J. B. 1973. Photocemical Method. A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Chapman & Hall. London.
Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of OrganicCompound. Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical Literatur. New York.
Pratama, D. A. 2009. Mengenal Buah Nona. http://devoav1997.blog.com/category/mengenal-buah-nona/.
Putra, S. A. 2005. Bahan Alam, Ujung Tombak Riset Kimia di Indonesia. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/bahan_alam_ujung_tombak_riset_kimia_di_indonesia/.
Sarwastuti, T. 2007. Tanaman Obat Indonesia. http:www.rileks.com/entertainment/ragam/omg/3950-obat-pembasmi-hama-dari-daun-srikaya.pdf.
Wandasari, F. 2007. Detail Penelitian Obat Bahan Alam. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=20#top.
Wilcox, M. F. & C. F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. Second Edition. Perntice Hall. New Jersey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar